Jumat, 26 Juni 2015

A.    Pengertian
Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. Analisis Transaksional berbeda dengan sebagian besar terapi lain dalam arti ia adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. Analisis Transaksional juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien, dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru. Analisis Transaksional menekan aspek-aspek kognitif rasional-behavioral dan berorentasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.

B.     Konsep-konsep Utama
1.    Pandangan tentang sifat manusia
Analisis Transaksional berakar pada suatu filsafat yang antideterministik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemograman awal. Di samping itu, Analisis Transaksional berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang.
2.    Perwakilan-perwakilan Ego
Analisis Transaksional adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah: Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak.
a)    Ego Orang Tua
Ego Orang Tua adalah bagian dari kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari substitusi orang tua. Ego Orang Tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri kita bisa “Orang Tua Pemelihara” atau “Orang Tua Pengeritik”.
b)   Ego Orang Dewasa
Ego Orang Dewasa adalah pengolahan data dan informasi. Ia tidak emosional dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego Orang Dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu.
c)    Ego Anak
Berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan spontan. “Anak” yang ada dalam diri kita bisa berupa “Anak Alamiah”, “Profesor Cilik”, atau berupa “Anak yang Disesuaikan”.
3.    Skenario-skenario kehidupan dan posisi-posisi psikologis dasar
Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal yang dibuat oleh kita sebagai anak, yang selanjutnya dibawa oleh kita sebagai orang dewasa. Berkaitan dengan konsep-konsep skenario kehidupan, pesan-pesan dan perintah-perintah orang tua, dan putusan-putusan dini itu, adalah konsep dalam Analasis Transaksional tentang empat posisi dasar dalam hidup:
a)    “Saya OK – Kamu OK”
Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka.
b)   “Saya OK – Kamu Tidak OK”
Dalam posisi ini adalah posisi orang-orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempermasalahkan orang lain.
c)     “Saya Tidak OK – Kamu OK”
Dalam posisi ini adalah posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tak kuasa dibanding dengan orang lain, dan yang cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain ketimbang keingina sendiri.
d)   “Saya Tidak Ok – Kamu Tidak OK”
Posisi ini adalah posisi orang-orang yang menyingkirkan semua harapan, yang kehilangan minta hidup, dan yang melihat hisup sebagai tidak mengandung harapan.
4.    Kebutuhan manusia akan belaian
Orang-orang ingin dibelai, baik secara fisik maupun secara emosional. Belaian yang positif adalah esensial bagi perkembangan pribadi yang sehat secara psikologis dengan perasaan OK. Belaian-belaian yang positif, yang bisa berbentuk ungkapan-ungkapan afeksi atau penghargaan, bisa disalurkan melalui kata-kata, elusan, pandangan atau mimik muka.
Belaian yang negatif oleh orang tua mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak. Belaian-belaian negatif mengambil bentuk pesan-pesan (verbal dan nonverbal) yang merampas kehormatan dan menyebabkan seseorang merasa di kesampingkan dan tak berarti.
5.    Permainan-permainan yang kita mainkan
Para pendukung Analisis Transaksional mendorong orang-orang untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan ego-nya. Alasannya adalah, dengan mengakui ketiga perwakilan ego itu, orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan-putusan Anak yang telah usang dan dari pesan-pesan Orang Tua yang irasional yang menyulitkan kehidupan mereka. Analisis Transaksional mengajari orang bagian mana yang sebaiknya digunakan untuk membuat putusan-putusan yang penting bagi kehidupannya.

C.    Teknik-teknik Terapeutik
Menurut Corey secara umum teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam terapi analisis transaksional, yaitu:
1.    Permission (pemberian kesempatan), dalam proses terapi, pemberian kesempatan ini diberikan kepada kilen agar dapat;
a)      Menggunakan waktunya secara efektif tanpa melakukan ritual pengunduran diri
b)      Mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klin menggunakan kemampuan Status Ego Dewasa untuk menikmati kehidupan
c)      Tidak memainkan permainan dengan cara tidak membiarkan klien memainkannya.
2.    Protection (proteksi), klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima kesempatan untuk menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego Dewasa dan Status Ego Anak.
3.    Potency (potensi), maksudnya seorang terapis tahu apa yang akan dilakukan dan kapan melakukannya. Oleh karena itu kemampuan terapis terletak pada keahliannya, sehingga keterampilan tersebut efektif secara optimal.
Menurut Berne ada beberapa teknik khusus yang dapat dipakai dalam proses terapi, yaitu: interogasi, spesifikasi, konfrontasi, eksplanasi, illustrasi, konfirmasi, interprestasi, kristalisasi.

D.    Studi Kasus
Contoh Kasus Hasta adalah anak yang patuh dan penurut kepada orangtuanya. Baginya, orangtua adalah orang yang selalu dihormati dan ditaati. Sejak kecil, Hasta memang selalu diarahkan orangtuanya. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Harus yang ini, harus yang itu, dsb. Dia jarang sekali dibiarkan membuat pilihannya sendiri. Hal itu juga terjadi dalam pemilihan arah pendidikan. Dari TK hingga SMA, semua ditentukan oleh orangtua. Tidak ada yang dipilih sendiri oleh Hasta. Orangtuanya ingin Hasta menjadi seorang dokter. Hasta merasa tidak ingin jadi dokter tapi dia tidak mau dan tidak bisa melawan keinginan orangtua. Dia merasa tidak memiliki kekuatan atas jalan hidupnya sendiri. Hasta menurut saja jika dipersiapkan untuk menjadi seorang dokter dengan les tambahan di bimbingan belajar. Kemudian Hasta berhasil diterima di Jurusan Kedokteran Umum. Orangtuanya senang sekali, merasa telah sukses mengarahkan anaknya. Tapi Hasta tidak nyaman dengan hal tersebut. Sebenarnya dia ingin belajar sastra. Hasta pernah sekali mengungkapkan keinginannya itu. Tapi orangtua tidak mau tahu dan selalu melarang Hasta belajar sastra. Menurut Hasta, orangtuanya berpikir bahwa pilihan terbaik adalah apa yang diputuskan oleh orangtua, bukan Hasta yang hanya seorang anak. Hasta menjalani kuliah di kedokteran dengan tidak semangat dan tertekan. Dia ingin sekali keluar dari jurusan kedokteran. Akibatnya, pada semester pertama, nilainya sudah jeblok. Orangtua hanya bisa marah-marah , menyuruh Hasta serius kuliah, tidak memikirkan hal lain, apalagi sastra. Karena hal itu, Hasta semakin merasa tertekan dan stres. Dia ingin memiliki kekuasaan atas pilihan jalan hidupnya sendiri, tapi tak sanggup melawan ego orangtua.

E.     Pembahasan
Dari contoh studi kasus di atas dapat dikaitkan dengan terapi Analisis Transaksional karena dapat dilihat bahwa di dalam diri Hasta terdapat perwakilan “Ego Orangtua” yang memungkin ego orangtua tersebut berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya” hal tersebut adalah bagian dari kepribadian yang merupakan introyeksi dari orangtua. Menurut Haris (1967) melihat tujuan Analisis Transaksional itu sendiri yaitu membantu individu agar “memiliki kebebasan memilih, kebebasan mengubah keinginan, kebebasan mengubah respon-respon terhadap stimulus-stimulus yang lazim maupun baru”. Dalam terapi ini Hasta diwajibkan untuk memikul dan menyelesaikan tanggungjawab yang lebih besar yang ada di dalam dirinya, serta mendorongnya untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan ego-nya. Alasanya, adalah dengan mengakui ketiga perwakilan ego yaitu ego orangtua, ego dewasa dan ego anak, dari situlah Hasta bisa membebaskan diri dari putusan-putusan Anak yang telah usang dan dari pesan-pesan Orangtua yang irasional yang menyulitkan Hasta.
Dalam kasus ini bisa digunakan beberapa prosedur-prosedur terapi salah satunya kursi kosong, disini Hasta diminta untuk membayangkan bahwa orangtuanya duduk disebuah kursi kosong dihadapannya dan mengajaknya berdialog untuk menyatakan pikiran-pikirannya, perasaan-perasaannya selama Hasta menjalankan menjalankan peran perwakilan ego orangtua dari situlah mungkin Hasta akan merasa lebih lega dan mampu untuk mengutarakan yang sesungguhnya dengan orangtuanya.

Kelompok
Intan Sylvia Febra Arini 13512758
Inka Novansyah 13512734
Gama Evayanti 13512089

Sumber:

http://www.slideshare.net/frozfaizz/putri-liviana-teori-analisis-transaksional

Rabu, 25 Maret 2015

Konseling

1. Pengertiaan Psikoterapi

1.       Psikoterapi adalah perawatan yang secara umum mempergunakan intervansi psikis dengan pendekatan psikologik terhadap pasien yang mengalami gangguan psikis atau hambatan kepribadiaan. 

      2. Tujuan psiko terapi

2.       Tujuan psikoterapi dengan metode dan teknik gestalt dirumuskan oleh ivey et al {1987} sebagai berikut : agar seorang lebih menyadari mengenai kehidupan dan bertanggung jawab
Menurut corey {1991} merumuskan tujuan terapi gestalt sebagai berikut : membantu klaien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalaman

3.   3. Unsur-unsur psikoterapi

Kegiatan psikoterapi terlihat, jika seseorang yang memiliki kompetensi ilmiah sebagai terapis, mengulang-ulang yang diucapkan klien atau pasien (Rogerian). Pasien dan terapis harus bekerja sama untuk mendapatkan suatu cerita yang koheren yang menjelaskan masalah secara langsung maupun tidak untuk menghasilkan suatu penyembuhan.

4.      4.  Perbedaan konseling dan terapi

Blocher (1966) mengemukakan ciri cirinya untuk membedakan antara konseling dan psikoterapi sebagai berikut:

Klien yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa, tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu memilih tujuannya, membuat keputusan,  dan secara umum bisa bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri  dan terhadap hari depannya.
Konseling dipusatkan pada keadaan yang sekarang dan yang akan datang
Klien adalah klien dan bukan pasien. Konselor bukanlah tokoh otoriter namun adalah seorang “pendidik” dari klien dalam melangkah bersama untuk mencapai tujuan
Konseling ditandai oleh jangka waktu yang lebih singkat , lebih banyak melakukan evaluasi psikologis, lebih menekankan pada situasi yang riil, lebih kognitif dan berkurang itensitas emosi
Konseling bertujuan membantu seseorang dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan agar bisa berlangsung lancar. Misalnya, remaja yang dibantu menghadapi masalah mengenai kehidupan kebebasan yang dituntut dari orang tua, atau masalah pekerjaan yang sabaiknya diambil. Sedangkan psikoterapi bertujuan untuk menangani penyimpanan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha pencegahannya. Singkatnya, psikoterapi berhubungan dengan tujuan penyembuhan.
Perbedaan konseling dan psikoterapi disimpulkan oleh Pallone (1977) dan Pattersone (1973) Dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983)

     Daftar Pustaka:
     Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
         Asih, Yuli G, Sri Widyawati & Novie Qonitatin. 2011. Pengaruh katarsis         dalam menulis ekspresif sebagai intervensi depresi ringan pada mahasiswa. Vol. 9 No. 1 hal. 25
http://books.google.co.id/books. Konseling dan psikoterapi, Dr.Singgih D. Gunarsa. Seri psikologi. Diakses tanggal 21/03/201


Senin, 19 Januari 2015

Pelatihan & Pengembangan


A. Definis pelatihan

Menurut Nitisemito (2001:53) pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan atau instansi yang dimaksudkan untuk dapat memperbaiki dan mengembang kan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari karyawan atau pegawai, sesuai dengan keinginan dari perusahaan atau instansi yang bersangkutan. Dalam sebuah perusahaan, pelatihan akan sangat berguna bagi karyawan dalam mengembang kan kemampuannya agar karyawan dapat bekerja dengan lebih baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan.

Handoko (2001: 104) mengungkap kan bahwa pelatihan adalah perbaikan penguasaan teknik pelaksanaan kerja tertentu dan keterampilan, terinci dan rutin. Latihan menyebabkan karyawan lebih siap untuk melakukan pekerjaan sekarang, di lain pihak latihan berguna apabila manajemen ingin menyiapkan para karyawan untuk memegang tanggung jawab pekerjaan tertentu di waktu yang akan datang. Dengan diadakannya pelatihan, akan sangat membantu perusahaan dalam mengatasi adanya keusangan kemampuan karyawan yang dapat mengganggu efektivitas kerja dalam organisasi.

Dari berbagai pengertian pelatihan seperti yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat ditarik sebuah simpulan yaitu pelatihan merupakan suatu proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu yang telah dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembang kan keahlian, keterampilan, kecakapan dan pengetahuan karyawan dalam menghadapi pekerjaan sesuai dengan jabatan mereka pada saat ini yang sesuai dengan keinginan perusahaan.

B. Tujuan dan Sasaran Pelatihan & Pengembangan

Tujuan pelatihan dan pengembangan Tujuan diselenggarakan peltihan dan pengembangan kerja menurut (Simamora:2006:276) diaeahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut: 
1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan, kendatipun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini. 
2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara efektif. Perubahan teknologi pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan melalui pelatihan, sehingga kemajuan teknologi dapat diintgrasikan dalam organisasi secara sukses. 
3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam pekerjaan. Seorang karywan baru acap kali tidak menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutukan untuk menjadi ”job comotent” yaitu mencapai output dan standar mutu yang diharapkan. 
4. Membantu memecahkan msalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan suber daya: kelangkaan sumberdaya finansial dan sumberdaya teknologis manusia (human tecnilogical resourse), dan kelimpahan masalah keuangan, manusia dan teknologis. 
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang sistematis. Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam: pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Dengan secara berkesinambungan mengembangkan dan mempromosikan semberdaya manusianya melalui pelatihan, manejer dapat menikmati karyawan yang berbobot, termotivasi dan memuaskan. 
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan bekerja secara benar. 
7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manejer adalah berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan baru dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan efektifitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan.
C. Faktor Psikologi dalam Pelatihan & Pengembangan
Secara umum berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan.Salah satu hasil riset yang dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi  memberikan peran penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada disain struktur organisasi dan desain pekerjaan.
Dalam kenyataan sehari-hari banyak faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut seringkali tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan lain di luar psikologi. Contoh: dalam suatu team yang terdiri dari para pakar yang sangat genius  seringkali justru tidak menghasilkan performance yang baik dibandingkan dengan sebuah team yang terdiri dari orang-orang yang berkategori biasa-biasa saja.

Beberapa Fungsi Psikologi Industri dan Organisasi
·         Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas: melakukan pelatihan dan pengembangan, menciptakan manajemen keamanan kerja dan teknik-teknik pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral kerja karyawan, menentukan sikap-sikap kerja yang baik dan mendorong munculnya kreativitas karyawan.
·         Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan: melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruh-pemerintah), memastikan komunikasi internal perusahaan berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara aktif dalam penentuan gaji pegawai dan bertanggung jawab atas dampak  yang ditimbulkannya, pelayanan berupa bimbingan, konseling dan therapi  bagi karyawan-karyawan yang mengalami masalah-masalah psikologis.

D. PENERAPAN METODE-METODE PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
           
            Pada bab diatas kami telah menyajikan tujuan dari pelatihan dan pengembangan, teori pembelajaran, sampai kepada identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Secara garis besar ada enam macam metode yang paling sering digunakan dalam proses pelatihan dan pengembangan, yaitu dalam bentuk sebagai berikut :

1.      Kuliah
Merupakan suatu ceramah yang disampaikan secara lisan untuk tujuan pendidikan. Kuliah adalah pembicaraan yang diorganisasikan secara formal tentang hal-hal khusus. Keuntungan dari kuliah adalah bahwa metode ini dapat dipakai untuk kelompk yang sangat besar sehingga biaya per trainee adalah rendah serta dapat menyajikan banyak materi pengetahuan dalam waktu yang relatif singkat. Sedangkan kelemahan dalam metode ini, para trainee bersikap pasif mendengarkan daripada aktif untuk mencerna pengetahuan. Pada kuliah hanya terjadi komunikasi satu arah sehingga tidak ada umpan balik dari trainees. Kuliah cenderung menekankan ingatan saja pada fakta-fakta atau gambar.

2.      Konferensi atau diskusi kelompok
Merupakan pertemuan formal dimana terjadi diskusi atau konsultasi tentang suatu hal yang penting. Diskusi kelompok menekankan adanya (i) diskusi kelompok kecil (ii) bahan yang terorganisasi (iii) keterlibatan peserta secara aktif. Metode diskusi kelompok ini diperlancar melalui partisipasi lisan dan interaksi para anggota kelompok. Para trainee dianjurkan untuk memberikan gagasan-gagasan mereka yang kemudian didiskusikan, dievaluasi bahkan diubah oleh pandangan dari para anggota yang lain. Jadi dalam metode ini para trainee terlibat lebih aktif dalam suatu pelatihan.

3.      Studi Kasus
Merupakan uraian tertulis atau lisan tentang masalah dalam perusahaan atau tentang keadaan perusahaan yang berlangsung selama waktu tertentu yang nyata atau masih berbentuk hipotesis. Metode ini adalah metode belajar melalui perbuatan dan bermaksud untuk meningkatkan pemikiran yang analitis dalam memecahkan masalah.  Hal tersebut adalah kekuatan dari metode ini sedangkan kelemahannya adalah keadaan nyata data yang diperlukan untuk menyelasaikan masalah masih harus dikumpulkan atau dicari oleh seorang manajer.

4.      Bermain Peran (Role Playing)
Peran adalah suatu pola perilaku yang diharapkan. Peserta diberitahu tentang suatu keadaan dan peran mereka yang harus mereka mainkan tanpa script. Role Playing terutama digunakan untuk memberi kesempatan kepada para trainee untuk mempelajari keterampilan hubungan antar manusia melalui praktek dan untuk mengembangkan pemahaman mengenai pengaruh mereka sendiri terhadap orang lain. Kelebihan metode bermain peran ini antara lain adalah memungkinkan belajar melalui perbuatan, menekankan kepekaan dan interaksi manusia, memberitahu secara langsung hasilnya, menimbulkan minat dan keterlibatan yang tinggi, dan menunjang pengalihan hasil pembelajaran (transfer of learning).


5.      Bimbingan Berencana atau Instruksi Bertahap
Bimbingan berencana terdiri atas suatu urutan langkah yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau suatu kelompok tugas pekerjaan. Metode ini dapat menggunakan alat bantu seperti memakai buku pedoman atau sebuah mesin pengajaran. Keuntungan dari metode ini : trainee dapat belajar sesuai dengan temponya sendiri, bahan yang harus dipelajari dibagi-bagi dalam satuan-satuan yang kecil, sehingga mudah diserap dan diingat, adanya umpan balik langsung, partisipasi yang aktif, perbedaan antar individu yang diperhatikan, pelatihan dan pengembangan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

6.      Metode Simulasi
Metode ini berusahakan menciptakan suatu situasi yang merupakan tiruan dari keadaan yang nyata. Simulasi adalah suatu jenis alat atau teknik yang menyalin setepat mungkin kondisi-kondisi nyata yang ditemukan dalam pekerjaan. Dalam bidang manajemen ada yang dikenal dengan permainan perusahaan atau business game, dimana situasi perusahaan masalahnya disalin. Sama halnya dengan metode bermain peran, metode simulasi ini mempunyai keuntungan karena para partisipan memiliki tingkat keaktifan yang tinggi dan dapat secara langsung mentransfer atau mempraktekkan materi-materi pembelajaran yang telah disampaikan sebelumnya.

Sumber :
Ratnasari. S. A (2013) "BULETIN STUDI EKONOMI", "PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PELATIHAN TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN  DEPARTEMEN PRODUKSI PT. X BATAM" Volume 18, No. 1,